Senin, 08 Desember 2014

KEBUDAYAAN PERANCIS





KALAU ada seloroh, “Jangan sekali-kali berbahasa Inggris dengan orang Perancis, karena anda akan didiamkan”, agaknya pantas direnungkan. Sebab, bukan lantaran bangsa Perancis tak paham bahasa Anglo-Saxon, tetapi lebih didasari oleh rasa bangga pada bahasa sendiri. Selain digunakan di negerinya, bahasa Perancis juga menjadi bahasa resmi di sejumlah negara franco-phonie. Tetapi sekarang bangsa Perancis pun boleh berbangga, karena tradisi budaya Perancis yang lain pun mulai mewabah di seluruh dunia, satu diantaranya adalah budaya café (Photo 1: Cafe khas Irlandia di rue Moufftard, Quartier Latin, Paris).

Jenis kebanggaan baru ini dapat ditandai dengan semakin dikenalnya gaya hidup Perancis. Contoh paling kentara di Indonesia adalah menjamurnya warung-warung kopi ala Perancis yang populer dengan sebutan café (kafe). Mengenal kafe di negeri asalnya, barangkali bisa memberi kita pengetahuan tentang seluk-beluk kehidupan orang Perancis, setidaknya tentang tradisi tua yang menjadikan kafe sebagai sebuah institusi sosial yang penting dalam memelihara dan mengembangkan kebudayaan bangsa Gaulois ini.

Ihwal café di Perancis, tentu saja berbeda dengan bar di Amerika Serikat. Warung kopi Perancis memang mempunyai karakter keduanya: sebagai café tetapi sekaligus juga bar, yang sama-sama merepresentasikan ‘restoran’. Dicirikan oleh sebuah bangunan permanen yang pada bagian interiornya terdapat beberapa meja, taburette (kursi tak bersandaran), dengan pencahayaan yang serasi serta rak-rak untuk menyimpan berbagai jenis gelas dan botol,  biasanya dinding-dinding bar memiliki cermin besar. Pada bar-bar Perancis terkadang juga ada piano atau seperangkat peralatan orchestra. Pada salah satu sudutnya ditempatkan satu atau dua kotak permainan (game).  Berdiri di depan bar atau menempati meja yang telah tersedia di dalam atau di luar bangunan, orang pun bisa memesan minuman ala Amerika, seperti: wisky, gin, dan cocktail. Jenis bar seperti itu sering dikunjungi oleh kelompok the have dan juga oleh mereka yang menyukai suasana yang dirancang berwatak kosmoplitan (Photo 2: Cafe di La Place Stanislas, Region Lorraine, Dept. Meurthe-et-Moselle, Nancy, negeri asal kisah heroik-mistik Jeanne d'Arc).




Namun kebanyakan bar-bar Perancis itu hanya berupa kafe yang bisa ditemukan di seluruh pelosok kota. Menariknya, setiap kafe mempunyai ciri khas dengan pelanggan masing-masing. Oleh karena itu, kafe selalu ada di setiap perempatan dari seluruh bagian pemukiman kota (arroundisement). Selain menawarkan berbagai macam minuman, kafe juga menyediakan makanan. Selain fungsinya yang umum itu café mempunyai fungsi sosial yang sangat penting.  Di kota besar atau kecil, kafe sering kali menjadi pusat aktivitas masyarakat sekitar. Lelaki dewasa biasa mengunjungi kafe untuk minum kopi atau bir sambil main kartu. Para politikus, penulis, artis, mahasiswa dan berbagai profesional lainnya membiasakan diri pergi ke kefe kesukaan. Disanalah mereka bertemu dengan sesama, sambil minum atau makan membicarakan banyak hal, terutama isu-isu hangat yang terkait dengan kepentingan mereka. Turnamen olah raga, film, cabaret, musik, teater dan topik-topik lainnya dapat dirundingkan di kafe. Jadi, kafe selain tempat makan-minum, juga berfungsi sebagai biro informasi bagi penduduk setempat. Bahkan pada kesempatan khusus pesta-pesta dansa pun dapat diadakan di situ, termasuk pemutaran film.

Pertanyaannya sekarang, mengapa kafe begitu penting bagi orang Perancis? Tentu saja ada alasannya. Sejak lama orang Perancis terkenal karena terlalu menjaga hal-hal yang bersifat pribadi, begitu pula sebaliknya, mereka pun sangat menghargai privasi orang lain. Kebiasaan ini akan tampak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sungguh tak mudah diundang ke rumah seorang Perancis. Di kota-kota besar seperti Paris, jika orang mengundang anda, biasanya membuat rendez-vous (berjumpa) di sebuah kafe, bar, bistro, restoran atau sejenisnya. Tawaran bertemu itu pun hanya akan berlaku jika seseorang dianggap benar-benar pantas untuk diundang.

Meskipun demikian, bukan mustahil mendapat undangan makan ke rumah seorang Perancis. Kafe di sini akan memainkan peran penting sebagai tempat menjalin persahabatan dan bahkan persaudaraan. Awalnya memang orang tak berani bicara dengan sembarangan orang dalam sebuah kafe. Tetapi setelah kita mengambil kebiasaan dengan segala tingkatan penyesuaian pada situasi khas kafe, maka keberadaan kita akan segera diperhitungkan. Mencoba beberapa jenis minuman seperti kopi atau anggur yang menjadi ciri spesial kafe dan dilanjutkan dengan kunjungan secara periodik, orang akan mempertimbangkan kita untuk masuk ke dalam jalinan komunitas kafe.

Jika rapport sudah terbentuk, dari situlah kita akan terdaftar sebagai anggota keluarga besar kafe dalam sebuah pemukiman kota. Sejak itu pula seseorang akan segera tahu tentang perkembangan sepak bola, pemilihan presiden, film atau lagu terbaru dan bahkan kisah pengembaraan seseorang setelah melewati liburan panjang. Hebatnya, komunitas itu akan merasa kehilangan jika kita tak muncul lagi pada pagi, siang atau sore hari di kafe. Maka, jika jalinan persahabatan itu telah terbina demikian kuat, mendapat undangan makan ke apartemen keluarga Perancis, pasti bukan lagi tabu.

Demikian penting fungsi kafe bagi orang Prancis. Ia adalah sejenis institusi nasional yang cukup mapan dalam budaya Perancis, tempat warga kota mengobrol, berdiskusi, membaca, bekerja, dan mendapatkan kegembiraan. Di kafe pula mereka merajut ikatan sosial dengan bertemu teman, sahabat dan warga kota lain. Kafe dengan demikian merupakan bagian dari kehidupan nyata orang Prancis. Pun di Indonesia, gejala itu mulai semarak terutama di kota-kota. Dan, tidak mustahil, kafe-kafe lain akan bermunculan, menyemarakkan kehidupan kota di Indonesia. Tradisi tua warung kopi ala Indonesia kini sedang mengalami transformasi.


Bhre Wahanten (c) 2008. Sent from Banten Girang Palace

Tidak ada komentar:

Posting Komentar