KALAU ada
seloroh, “Jangan sekali-kali berbahasa Inggris dengan orang Perancis, karena
anda akan didiamkan”, agaknya pantas direnungkan. Sebab, bukan lantaran bangsa
Perancis tak paham bahasa Anglo-Saxon, tetapi lebih didasari oleh rasa bangga
pada bahasa sendiri. Selain digunakan di negerinya, bahasa Perancis juga
menjadi bahasa resmi di sejumlah negara franco-phonie. Tetapi sekarang bangsa
Perancis pun boleh berbangga, karena tradisi budaya Perancis yang lain pun
mulai mewabah di seluruh dunia, satu diantaranya adalah budaya café (Photo 1:
Cafe khas Irlandia di rue Moufftard, Quartier Latin, Paris).
Jenis
kebanggaan baru ini dapat ditandai dengan semakin dikenalnya gaya hidup
Perancis. Contoh paling kentara di Indonesia adalah menjamurnya warung-warung
kopi ala Perancis yang populer dengan sebutan café (kafe). Mengenal kafe di
negeri asalnya, barangkali bisa memberi kita pengetahuan tentang seluk-beluk
kehidupan orang Perancis, setidaknya tentang tradisi tua yang menjadikan kafe
sebagai sebuah institusi sosial yang penting dalam memelihara dan mengembangkan
kebudayaan bangsa Gaulois ini.
Ihwal
café di Perancis, tentu saja berbeda dengan bar di Amerika Serikat. Warung kopi
Perancis memang mempunyai karakter keduanya: sebagai café tetapi sekaligus juga
bar, yang sama-sama merepresentasikan ‘restoran’. Dicirikan oleh sebuah
bangunan permanen yang pada bagian interiornya terdapat beberapa meja,
taburette (kursi tak bersandaran), dengan pencahayaan yang serasi serta rak-rak
untuk menyimpan berbagai jenis gelas dan botol, biasanya dinding-dinding
bar memiliki cermin besar. Pada bar-bar Perancis terkadang juga ada piano atau
seperangkat peralatan orchestra. Pada salah satu sudutnya ditempatkan satu atau
dua kotak permainan (game). Berdiri di depan bar atau menempati meja yang
telah tersedia di dalam atau di luar bangunan, orang pun bisa memesan minuman
ala Amerika, seperti: wisky, gin, dan cocktail. Jenis bar seperti itu sering
dikunjungi oleh kelompok the have dan juga oleh mereka yang menyukai suasana
yang dirancang berwatak kosmoplitan (Photo 2: Cafe di La Place Stanislas,
Region Lorraine, Dept. Meurthe-et-Moselle, Nancy, negeri asal kisah
heroik-mistik Jeanne d'Arc).

Namun
kebanyakan bar-bar Perancis itu hanya berupa kafe yang bisa ditemukan di
seluruh pelosok kota. Menariknya, setiap kafe mempunyai ciri khas dengan
pelanggan masing-masing. Oleh karena itu, kafe selalu ada di setiap perempatan
dari seluruh bagian pemukiman kota (arroundisement). Selain menawarkan berbagai
macam minuman, kafe juga menyediakan makanan. Selain fungsinya yang umum itu
café mempunyai fungsi sosial yang sangat penting. Di kota besar atau
kecil, kafe sering kali menjadi pusat aktivitas masyarakat sekitar. Lelaki
dewasa biasa mengunjungi kafe untuk minum kopi atau bir sambil main kartu. Para
politikus, penulis, artis, mahasiswa dan berbagai profesional lainnya
membiasakan diri pergi ke kefe kesukaan. Disanalah mereka bertemu dengan
sesama, sambil minum atau makan membicarakan banyak hal, terutama isu-isu hangat
yang terkait dengan kepentingan mereka. Turnamen olah raga, film, cabaret,
musik, teater dan topik-topik lainnya dapat dirundingkan di kafe. Jadi, kafe
selain tempat makan-minum, juga berfungsi sebagai biro informasi bagi penduduk
setempat. Bahkan pada kesempatan khusus pesta-pesta dansa pun dapat diadakan di
situ, termasuk pemutaran film.
Pertanyaannya
sekarang, mengapa kafe begitu penting bagi orang Perancis? Tentu saja ada
alasannya. Sejak lama orang Perancis terkenal karena terlalu menjaga hal-hal yang
bersifat pribadi, begitu pula sebaliknya, mereka pun sangat menghargai privasi
orang lain. Kebiasaan ini akan tampak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, sungguh tak mudah diundang ke rumah seorang Perancis. Di kota-kota besar
seperti Paris, jika orang mengundang anda, biasanya membuat rendez-vous
(berjumpa) di sebuah kafe, bar, bistro, restoran atau sejenisnya. Tawaran
bertemu itu pun hanya akan berlaku jika seseorang dianggap benar-benar pantas
untuk diundang.
Meskipun
demikian, bukan mustahil mendapat undangan makan ke rumah seorang Perancis.
Kafe di sini akan memainkan peran penting sebagai tempat menjalin persahabatan
dan bahkan persaudaraan. Awalnya memang orang tak berani bicara dengan
sembarangan orang dalam sebuah kafe. Tetapi setelah kita mengambil kebiasaan
dengan segala tingkatan penyesuaian pada situasi khas kafe, maka keberadaan
kita akan segera diperhitungkan. Mencoba beberapa jenis minuman seperti kopi
atau anggur yang menjadi ciri spesial kafe dan dilanjutkan dengan kunjungan secara
periodik, orang akan mempertimbangkan kita untuk masuk ke dalam jalinan
komunitas kafe.
Jika
rapport sudah terbentuk, dari situlah kita akan terdaftar sebagai anggota
keluarga besar kafe dalam sebuah pemukiman kota. Sejak itu pula seseorang akan
segera tahu tentang perkembangan sepak bola, pemilihan presiden, film atau lagu
terbaru dan bahkan kisah pengembaraan seseorang setelah melewati liburan
panjang. Hebatnya, komunitas itu akan merasa kehilangan jika kita tak muncul
lagi pada pagi, siang atau sore hari di kafe. Maka, jika jalinan persahabatan
itu telah terbina demikian kuat, mendapat undangan makan ke apartemen keluarga
Perancis, pasti bukan lagi tabu.
Demikian
penting fungsi kafe bagi orang Prancis. Ia adalah sejenis institusi nasional
yang cukup mapan dalam budaya Perancis, tempat warga kota mengobrol,
berdiskusi, membaca, bekerja, dan mendapatkan kegembiraan. Di kafe pula mereka
merajut ikatan sosial dengan bertemu teman, sahabat dan warga kota lain. Kafe
dengan demikian merupakan bagian dari kehidupan nyata orang Prancis. Pun di
Indonesia, gejala itu mulai semarak terutama di kota-kota. Dan, tidak mustahil,
kafe-kafe lain akan bermunculan, menyemarakkan kehidupan kota di Indonesia.
Tradisi tua warung kopi ala Indonesia kini sedang mengalami transformasi.
Bhre
Wahanten (c) 2008. Sent from Banten Girang Palace